Muqadimmah Ihya Ulumiddin


Muqadimmah.
Dengan menyertakan asma Allah, Ar-Rahmaan Ar-Rahiim.

Pertama-tama segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi berturut-turut walaupun pujian dari para pemuji adalah terlalu rendah -yang kurang dari yang haqq akan ke-Agungan-Nya.
Kedua, shalawat dan salam atas RasulNya Muhammad saw. -tuannya al-basyar juga atas seluruh utusanNya.
Ketiga, aku memohon kebaikan kepada Dia Ta’ala akan bangkitnya azimah guna menulis kitab dalam menghidupkan Ilmu-ilmu Agama (Ihya’ ‘Ulumiddin).
Keempat, aku merasa terpanggil untuk memotong kesombonganmu, wahai pencela!... yang telah melampaui batas dalam mencela diantara golongan yang ingkar, -yang telah berlebihan dalam mencaci dan yang melawan diantara orang-orang yang munkar lagi lalai.

Sungguh telah terlepas ikatan diam dari lidahku dan telah terkalungkan pada leherku mutiara tanggungan akan kata-kata, selama kalian masih terus buta terhadap Al-Haqq dan berkepanjangan dalam menolong yang bathil. Yang membaguskan kejahilan dan mengumbar fitnah terhadap mereka yang lebih mengutamakan mengundurkan diri dari kebiasaannya orang banyak, -yang dimana ia telah bergeser sedikit dari kebiasaan itu guna menuju kepada amal yang dikehendaki oleh ilmu untuk mengabdi kepada Allah Ta’ala. Karena keinginannya guna memperoleh sebuah kesucian jiwa dan ke-ishlah-an akan qalb (hati), guna mendapatkan bagian dari umurnya yang telah terbuang sia-sia, karena keputus-asaannya akan kesempurnaan didalam mendapat-kannya dan didalam penampalannya. Dan mereka yang kemudian tersisih dari sekumpulan orang-orang, -seperti apa yang dikatakan kepada mereka- oleh mereka yang mengaku sebagai pemilik syariat.… semoga rahmat dan kesejahteraan Allah Ta’ala senantiasa tercurah kepada mereka;

أَشَدُّ النَّا سِ عَذَ ابًا يَوْ مَ الْقِيَا مَةِ عَا لِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللَّهُ سُبْحَا نَهُ بِعِلْمِهِ .

“Manusia yang sangat berat adzabnya pada hari kiamat adalah orang yang berilmu yang tidak diberi manfaat oleh Allah swt. dengan ilmunya”

Demi umurku, sungguh tidak ada lagi sebab untuk kekalnya kesombonganmu selain timbulnya penyakit umum bagi banyak orang. Yang bahkan menimpa kepada golongan yang banyak hingga membuat mereka menjadi lalai di dalam memperhatikan akan pentingnya urusan ini.
Dan dari ketidak-tahuan (kejahilan) akan besarnya urusan ini, maka pembicaraannya pun akan menjadi sungguh-sungguh, bahwasanya akhirat itu di depan dan dunia itu di belakang, ajal itu dekat, perjalanannya itu jauh, sedangkan bekalnya itu sedikit, bahayanya besar dan jalannya pun tertutup. Dan selain dari sebuah keikhlasan karena wajah Allah dari ilmu dan amal adalah tertolak pada pihak pengecam yang memiliki bashirah.

Menempuh Thariq al-Akhirat (jalan akhirat) dengan banyaknya tipu daya tanpa adanya pemandu dan teman adalah melelahkan dan menyusahkan (payah dan sukar).
Pemandu jalan adalah para ulama yang mana mereka adalah pewaris para Nabi. Zaman telah kehabisan mereka dan yang tinggal hanyalah orang-orang yang “bertanda” dimana sebagian dari mereka telah tergoda oleh syaithan dan terjerumus dalam thagut-nya. Masing-masing dari mereka telah tertarik kepada keuntungan yang dekat (dunia), lalu mereka melihat yang ma’ruf menjadi mungkar, dan yang mungkar menjadi ma’ruf. Sehingga ilmu ad-diin menjadi terhapus dan nur al-huda (cahaya yang memandu) telah tertutup di seluruh penjuru bumi.

Telah terbangun sebuah pemahaman pada masyarakat banyak; bahwa ilmu pengetahuan itu tak lain adalah fatwa pemerintah, -yang di mana para hakim telah menggunakannya untuk memutuskan persengketaan ketika merajalelanya kezhaliman, -atau ilmu pengetahuan itu tak lain adalah “sebuah perdebatan” -yang digunakan sebagai sebuah perisai oleh orang-orang yang mencari kemegahan guna mendapatkan kemenangan dan keuntungan atau pun bahkan ilmu pengetahuan itu tak lain adalah sebuah “sajak (puisi)” yang dihias, -yang telah digunakan sebagai perantaraan para juru nasihat guna membujuk orang-orang awam. Hal itu terjadi karena masyarakat banyak tidak memandang, bahwasanya ke-tiga hal tadi itu adalah sebagai pemburu barang haram dan penjaring harta dunia.

Adapun ilmu jalan akhirat dan apa yang ditempuh oleh ulama terdahulu yang shalih yang disebut oleh Allah swt dalam kitabNya dengan fiqh, hikmah, ilmu, cahaya (dhiya’), nur, hidayah dan rusyd, -maka hal itu telah terlipat dari kalangan masyarakat banyak dan menjadi sesuatu yang dilupakan.

Ketika hal ini telah mengerogoti agama dan urusan telah menjadi gelap gulita, maka saya berpendapat bahwa sibuk dengan menulis kitab ini adalah penting untuk menghidupkan ilmu-ilmu Ad-Diin (agama) guna membuka tentang jalannya para imam terdahulu dan menjelaskan tujuan akan ilmu yang berguna disisi para Nabi dan para ulama terdahulu yang shalih.

Saya buat dasar kitab ini menjadi empat rubu’ (perempatan bagian kitab yang menerangkan) yaitu:
a. Rubu’ ibadah.
b. Rubu’ adat kebiasaan (pekerjaan sehari-hari).
c. Rubu’ hal-hal yang membinasakan (Al-mukhlikat).
d. Rubu’ hal-hal yang menyelamatkan (Al-munjiilat).

Saya memulai kitab ini dengan Kitab Ilmu karena ilmu itu amat penting. Untuk pertama-tama akan di uraikan tentang ilmu, yang dimana setiap orang yang berbakti kepada Allah akan selalu untuk menuntut ilmu, -yang mana dengan menuntut ilmu orang-orang akan dinilai beribadah kepada Allah swt, berdasarkan sabda Rasulullah Saw;

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”

Didalamnya akan dibedakan antara ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang membahayakan, Karena Rasulullah saw pernah bersabda:

نَعُوْ ذُ بِا للَّهِ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ

“Aku berlindung diri dengan menyertakan Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

Dan akan di uraikan ihwal kebergeseran kebanyakan orang pada masa sekarang yang telah bergeser dari garis kebenaran, -ihwal ketertipuannya mereka dengan kegemerlapannya fatamorgana, dan ihwal kepuasan mereka terhadap kulit ilmu, yang tanpa isi.

Rubu’ ibadat mencakup sepuluh kitab yaitu:

1.       Kitab Ilmu,
2.       Kitab Kaidah-kaidah I’tikad (aqidah),
3.       Kitab Rahasia Thaharah (bersuci),
4.       Kitab Rahasia shalat,
5.       Kitab Rahasia zakat,
6.       Kitab Rahasia shaum (puasa),
7.       Kitab Rahasia hajji
8.       Kitab Adab kesopanan membaca Al Qur’an,
9.       Kitab Dzikir dan do’a-do’a,
10.     Kitab Tertib wirid pada masing-masing waktunya.


Adapun Rubu’ pekerjaan sehari-hari melengkapi sepuluh kitab, yaitu:

1.       Kitab Adab makan,
2.       Kitab Adab nikah,
3.       Kitab Hukum usaha (kasab),
4.       Kitab Halal dan haram,
5.       Kitab Adab berteman dan pergaulan dengan berbagai golongan manusia,
6.       Kitab ‘Uzlah,
7.       Kitab Adab bermusafir (berpergian),
8.       Kitab Mendengar dan merasa,
9.       Kitab Amar ma’ruf dan nahyi mungkar.
10.     Kitab Adab kehidupan dan akhlaq kenabian.


Adapun Rubu’ hal-hal yang membinasakan maka meliputi sepuluh kitab:

1.       Kitab yang menguraikan keajaiban hati (‘ajaibul qulub),
2.       Kitab Latihan diri (jiwa),
3.       Kitab Bahaya syahwat perut dan kemaluan,
4.       Kitab Bahaya lidah,
5.       Kitab Bahaya marah, dendam dan dengki,
6.       Kitab Tercelanya dunia,
7.       Kitab Tercelanya harta dan kikir,
8.       Kitab Tercelanya sifat menyukai kemegahan dan riya’
9.       Kitab Tercelanya sifat sombong dan ujub,
10.     Kitab Tercelanya sifat yang tertipu.

Dan Rubu’ hal-hal yang menyelamatkan maka mencakup sepuluh kitab, yaitu:

1.       Kitab Taubat,
2.       Kitab Shabar dan Syukur,
3.       Kitab Takut dan Harap,
4.       Kitab Faqir dan Zuhud,
5.       Kitab Tauhid dan Tawakal,
6.       Kitab Cinta kasih, Rindu, Lembut hati dan Ridha,
7.       Kitab Niat, Shoddiq dan Ikhlas,
8.       Kitab Muraqabah dan Muhasabah
9.       Kitab Tafakkur,
10.     Kitab Ingat mati.

Adapun Rubu’ ibadat,…
Maka didalamnya akan saya tuturkan ihwal kesopanannya yang mendalam, -detail-detail akan sunahnya dan hikmah-hikmah akan pengertiannya (maknanya), yang dimana hal itu adalah hal yang sangat diperlukan oleh orang-orang yang berilmu didalam mengamalkannya. Bahkan tidaklah menjadi ulama akhirat orang yang tidak melihat kepadanya. Dan kebanyakan dari hal tersebut adalah termasuk apa yang telah dilalaikan dalam bidang fiqh.

Adapun Rubu’ pekerjaan sehari-hari,…
Maka didalamnya akan saya tuturkan ihwal hikmah pergaulan yang berlaku antar sesama manusia, -dasar-dasarnya, detail-detail akan sunnah-nya dan sifat wara’ (memelihara diri) yang tersembunyi pada tempat-tempatnya. Itu semua merupakan sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh orang yang beragama.

Adapun Rubu’ hal-hal yang membinasakan,…
Maka didalamnya akan saya tuturkan setiap akhlaq yang tercela, yang disebut dalam Al-Qur’an untuk menghilangkannya, membersihkan jiwa dan mensucikan hati dari padanya. Masing-masing dari akhlaq tersebut akan saya tuturkan batasan dan hakikatnya, -kemudian akan saya sebutkan sebab-sebab yang daripadanya akan melahirkan akhlaq tersebut, -kemudian bahaya-bahaya yang terlahir dari akhlaq tersebut -kemudian tanda-tanda untuk dapat mengenalinya, -kemudian cara mengobatinya yang dapat melepaskan kita dari padanya. Dan seluruhnya itu disertai dengan dalil-dalil ayat, hadits dan atsar (Jejak hikmah para Nabi as dan para ulama terdahulu yang shalih).

Adapun Rubu’ dari hal-hal yang menyelamatkan  
Maka didalamnya akan saya tuturkan ihwal akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang disukai dari akhlaqnya para muqarrabin dan para shidiqqin, yang dengan hal tersebut seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabbul ‘alamin. Akan saya uraikan pada setiap akhlaq tersebut ihwal batasannya dan hakikatnya, dan sebab yang membawa kita tertarik kepadanya –faedah-faedah yang dapat diperoleh daripadanya, -tanda-tanda untuk dapat mengenalinya, dan keutamaan yang membawa kegemaran kita kepadanya, -serta apa yang ada padanya dengan disertai oleh dalil-dalil syariat dan akal pikiran.


Tidak sedikit orang yang telah menulis beberapa kitab mengenai sebagian pengertian yang diuraikan tadi, -akan tetapi kitab ini berbeda dengannya dalam lima hal, yaitu:

1.    Menguraikan dan menjelaskan, ihwal apa yang ditulis oleh penulis-penulis lain yang ditulis secara singkat dan umum.
2.   Menyusun dan mengatur apa yang telah dibuat oleh mereka, ihwal apa yang telah terpisah-pisah dan tercerai berai.
3.   Meringkas apa yang mereka panjang lebarkan dan menentukan apa yang telah ditetapkan oleh mereka.
4.   Membuang apa yang dibuat mereka berulang-ulang dan menetapkan dengan kepastian ihwal apa yang mereka uraikan.
5.   Memberi kepastian akan hal-hal yang meragukan yang dimana hal tersebut lebih sering membawa kepada kesalahpahaman, yang dimana hal tersebut tidaklah disinggung sedikitpun didalam buku-buku yang lain.

Karena semuanya, -meskipun mereka itu menempuh pada suatu jalan- namun tak dapat dibantah bahwa masing-masing salik (orang yang berjalan menuju jalan Allah Ta’ala) itu mempunyai perhatian tersendiri kepada sesuatu hal yang tertentu baginya dan hal itu telah dilupakan oleh teman-temannya. Atau ia tidak lalai pada perhatian itu, akan tetapi ia telah lupa untuk menyampaikannya di dalam buku-bukunya. Atau ia tidak lupa pada perhatian itu, tetapi ia terpalingkan oleh sesuatu yang memaling-kannya untuk menjelaskan apa yang tertutup dari padanya.   
Maka inilah keadaan-keadaan yang khusus bagi kitab ini, yang dimana kitab ini memuat akan semua ilmu dari pengetahuan tersebut.

Adapun yang membawa saya untuk mendasarkan kitab ini dalam empat rubu’ adalah dua hal, yaitu:

1.      Pendorong asli.
Susunan kitab ini yang menguraikan akan hakikat dan pengertiannya adalah seperti ilmu dlaruri (ilmu yang mudah, -yang tak memerlukan kepada pemikiran yang mendalam).

Sebab ilmu yang menuju akhirat terbagi kepada;
- Ilmu mu’amalah dan
Ilmu mukasyafah.

Yang dimaksudkan dengan ilmu mukasyafah adalah sesuatu yang dari padanya dituntut untuk menyingkap sesuatu yang hanya untuk diketahui saja.
Dan yang dimaksudkan dengan ilmu mu’amallah adalah sesuatu yang dari padanya dituntut untuk mengetahuinya dan kemudian diamalkannya.

Tujuan dari kitab ini adalah ilmu mu’amalah saja, bukan ilmu mukasyafah yang tidak ringan untuk memasukkannya ke dalam buku-buku, -yang meskipun hal  itu  menjadi sebuah puncak tujuan bagi para penuntut ilmu dan keinginan perhatian para shiddiqin.

Dan Ilmu mu’amallah itu adalah jalan yang menuju kepada ilmu mukasyafah. Karena para Nabi –semoga rahmat Allah tetap atas mereka- tidak membicarakan ilmu mukasyafah tersebut kepada orang banyak, selain dari ilmu untuk jalan dan petunjuk kepada ilmu mukasyafah itu. Adapun mengenai ilmu mukasyafah, mereka tidak membicarakannya selain dengan rumus dan isyarat yang merupakan contoh dan kesimpulan. Karena para Nabi mengetahui akan sempitnya pemahaman orang banyak untuk dapat memikulnya. Para ulama adalah pewaris para Nabi, maka tidak ada jalan bagi mereka untuk berpaling selain dari pada mengikuti dan mematuhi para Nabi.

Kemudian ilmu mu’amalah terbagi kepada;
§ ilmu lahir, yaitu ilmu mengenai amal perbuatan anggota badan, dan
§ ilmu batin, yaitu ilmu mengenai amal perbuatan hati (qalb) dan yang melalui pada anggota badan. Adakalanya adat kebiasan dan ada kalanya yang ‘ibadah.

Dan yang datang pada hati yang mana itu terdinding dari panca indera adalah termasuk alam malakut, -adakalanya hal tersebut terpuji dan adakalanya tercela. Maka seharusnyalah ilmu ini terbagi dua bagian yaitu lahir dan batin.
Bagian lahir yang berhubungan dengan anggota badan terbagi menjadi adat kebiasaan dan ‘ibadah. Sedangkan bagian batin yang berhubungan dengan keadaan hati dan akhlak jiwa terbagi menjadi tercela dan terpuji.
Maka semuanya berjumlah empat bagian. Dan tidaklah kurang perhatian pada ilmu mu’amallah, dari bagian-bagian ini.

2.  Pendorong kedua,…
Yaitu yang menggerakkan saya untuk menyusun kitab ini menjadi empat bagian ialah; bahwasanya saya telah melihat sebuah minat besar akan kegemaran dari para penuntut ilmu terhadap ilmu fiqh, -yang dimana ilmu tersebut adalah layak bagi orang yang tidak takut kepada Allah swt., -yang berkedok dengannya untuk bermegah-megahan dan yang menampakkan pangkat dan kedudukan dalam perlombaannya.
Seperti halnya seorang yang berhias dengan perhiasan yang disukai oleh orang banyak, maka ia akan menjadi disukai oleh orang banyak. Maka dari itu, saya tidak menjauhkan bentuk kitab ini dengan bentuk fiqhnya, karena dengan hal tersebut akan menarik kecenderungan hati bagi para penuntut ilmu. Seperti halnya bagi sebagian orang yang bermaksud menarik kecenderungan hati para pembesar kepada ilmu kesehatan, maka ia pun kemudian membuatnya dalam bentuk ilmu bintang, dengan dibuat dalam kolom-kolom dan angka-angka dan menamakannya “ilmu taqwim kesehatan” agar dapat memudahkan mereka  untuk memahami ilmu tersebut, sehingga mereka kemudian tertarik untuk mengkajinya.
Berbuat secara lemah-lembut di dalam rangka menarik hati kepada ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan abadi adalah lebih penting daripada kelemah-lembutan guna menariknya kepada ilmu kesehatan, -yang faedahnya hanya untuk kesehatan jasamaniyah belaka.
Buah ilmu pada buku ini adalah pengobatan hati dan jiwa yang tersambung kepada kehidupan yang selama-lamanya.
 
Maka dari itu yang manakah yang memiliki sebuah nilai yang lebih berharga, apakah ilmu kesehatan yang mengobati tubuh yang pasti dihadapkan kepada kerusakkan dalam waktu yang sebentar ataukah sebuah ilmu tentang pengobatan hati ?...

Maka dari itu, kita memohon kepada Allah swt, -akan taufiq bagi petunjuk dan kebenarannya. Dan bahwasanya Allah swt, senantiasa Maha rahman lagi Maha rahiim. (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Postingan populer dari blog ini

Nasihat 04 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.

Nasihat 03 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.

Nasihat 01 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.