Kitab Ilmu - Bab 01

Kitab Ilmu
Didalamnya terkandung tujuh bab, yaitu;

Bab pertama, tentang keutamaan ilmu, mengajar dan belajar.
Bab kedua, tentang ilmu-ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah; menerangkan batas ilmu fiqih dan ilmu kalam termasuk ilmu agama, dan menerangkan ilmu akhirat dan ilmu dunia.
Bab ketiga, tentang sesuatu yang dianggap oleh orang umum termasuk ilmu-ilmu agama padahal tidak termasuk. Didalamnya terdapat keterangan jenis ilmu yang tercela dan nilai-nilainya.
Bab keempat, tentang bahaya diskusi dan sebab manusia cenderung sibuk didalam perbedaan pendapat dan perdebatan.
Bab kelima, tantang tata kesopanan guru dan murid.
Bab keenam, tentang bahaya ilmu dan ulama, dan tanda-tanda yang membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat.
Bab ketujuh, tentang ‘aql, kelebihan dan bagian-bagiannya, dan hadits-hadits yang membicarakan mengenai ‘aql.

Bab Pertama.

Tentang keutamaan ilmu, Mengajar,
Belajar dan dalil-dalilnya dari Naql (Al-Qur’an dan Al Hadits) dan akal.

1.1. Keutamaan Ilmu.

Dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an adalah firman Allah ‘Azza Wa Jalla yang menerangkan:

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ

“Allah bersaksi bahwasanya tidak ada illah (yang disembah) melainkan Dia. Dan para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu) tegak dengan keadilan.”
(Qs. Ali Imran [3]:18)

Maka lihatlah, betapa Allah swt memulai dengan diriNya, kedua dengan para malaikat dan ketiga dengan orang-orang yang berilmu. Cukuplah kiranya dengan ini kita kemudian mengetahui akan pertanda dari kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan kelebihan akan orang-orang yang berilmu.

Pada ayat lain Allah swt berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs. Al Mujadilah; 11)

Ibnu Abbas ra. berkata,…
“’Ulama itu memperoleh beberapa derajat di atas orang mu’min dengan 700 derajat, -yang mana jarak antara dua derajat itu jaraknya mencapai hingga jarak 500 tahun perjalanan.”


Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Katakanlah!.. Adakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak ber-ilmu?...” (Qs. Az Zumar 9)


Allah Ta’ala berfirman,…

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء

“Sesungguhnya yang takut (yakhsa) kepada Allah di antara hamba-hambanya, hanyalah ‘ulama.” (Qs. Fathir 28)


Allah Ta’ala berfirman,…

قُلْ كَفَى بِاللّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِندَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ

“Katakanlah: “Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kalian, dan orang yang mempunyai ilmu Al-kitab.” (Qs. Ar Ra’d: 43)


Allah Ta’ala berfirman,…

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ

“Dan berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-kitab: “Aku sanggup membawanya kepadamu. (Qs. An Naml: 39)

Ayat ini memberitahukan bahwa orang tersebut merasa sanggup akan yang demikian karena kekuatan ilmu yang ada padanya.


Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ
لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu,.. “Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih.”
(Qs. Al-Qashash: 80)

Ayat ini menjelaskan bahwa tingginya kedudukan di akhirat kelak hanyalah diketahui dengan ilmu.


Pada ayat lain Allah swt berfirman:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memaha-minya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Qs. Al Ankabut:43)


Allah Ta’ala berfirman,…

وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ

“Kalaulah mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil‘amri di antara mereka tentang orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (niscaya akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil’amri).” (Qs. An Nisa: 83)

Ayat ini menerangkan bahwa untuk menentukan sebuah hukum dari segala kejadian, adalah terserah kepada pemahaman mereka, -[yaitu para Rasul dan Ulil ‘amri]. Dan hal tersebut dihubungkan akan tingkat mereka dengan tingkat para Nabi, dalam hal menyingkap (kasyaf) akan hukum Allah.


Dan ada yang menafsirkan firman Allah:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ
وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى

“Wahai bani adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian taqwa.” (Qs. Al-A’raf 26)

Dengan penafsiran bahwa pakaian itu maksudnya adalah al-ilmu. Pakaian untuk perhiasan itu maksudnya adalah al-yaqin. Dan pakaian taqwa itu maksudnya adalah malu (al-haya).


Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

وَلَقَدْ جِئْنَاهُم بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ

“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab kepada mereka yang kami telah menjelaskannya atas dasar ilmu.” (Qs. Al A’raf 52)


Allah Ta’ala berfirman:

فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْم

“Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka dengan menyertakan ilmu." (Qs. Al A’raaf 7)


Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ

“Sebenarnya dia (Al Qur'an) itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.” (Qs. Al Ankabut 49)


Allah Ta’ala berfirman:

خَلَقَ الْإِنسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ

“Dia menciptakan manusia,
(dan) Mengajarnya al-bayan.”
(Qs. Ar Rahman 3-4)

Dan sesusungguhnya Allah Ta’ala menerangkan yang demikian pada ayat tadi untuk menyatakan akan nikmatNya dengan pengajaran itu.


Adapun hadits mengenai keutamaan ilmu,..
Bahwasanya Rasulullah saw bersabda,..

مَـنْ يُـرِدِ اللَّهُ بِـهِ خَـيْـرً ا يـُفَـقِّــهْـهُ فيِ الـدِّ يْــنِ وَ يُــلْــهِـمُـهُ رُشْـدَ هُ

“Barangsiapa yang Allah berkehendak menyertai seseorang dengan sebuah kebaikan niscaya Dia menganugerahinya kefaqihan dalam ad-diin (agama) dan Dia mengilhamkan kepadanya akan bimbingan-Nya.


Rasulullah Saw bersabda,..

اَ لْــعُـلَـمَاءُ وَرَ ثـــَةُ اْلأَ نْــبـِـــيَاءِ

“Al-Ulama itu adalah pewaris para Nabi.”

Dan sudah dimaklumi bahwa tidak ada pangkat di atas pangkat kenabian dan tidak ada kemuliaan diatas kemuliaan yang mewarisi pangkat tersebut.


Rasulullah saw bersabda:

يَــسْـــتَـــغْــفِرُ لِــلْــعَالِمِ مَـا فيِ السَّـــمَـــوَاتِ وَ اْلأَرْضِ

“Segenap yang dilangit dan di bumi memohonkan ampunan bagi orang yang berilmu.”

Kedudukan manakah yang melebihi kedudukan seseorang, -yang dimana para malaikat yang berada dilangit dan dibumi selalu memohonkan ampunan bagi orang tersebut?… Orang itu sibuk dengan urusannya dan para malaikat pun sibuk pula guna memohonkan ampunan baginya.


Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ الْـحِكْمَةَ تَـزِ يْدُ الـشَّرِ يـْفَ شَرَ فًـا وَ تَـرْفَـعُ الْـمَمْلُوْكَ
حَـتَّى يُـدْرِكَ مَدَ ارِكَ الْـمُـلُوْكِ

“Sesungguhnya al-hikmah itu menambahkan kemuliaan orang yang mulia dan mengangkat hamba sahaya sehingga ia mencapai tingkatan para raja.”

Dijelaskan oleh hadits ini akan faedahnya di dunia, -dan seperti yang telah diketahui- bahwasanya di akhirat itu adalah lebih baik dan lebih baqa’ (kekal).


Rasulullah saw bersabda:

خَـصْلَــتَانِ لاَ يــَكُوْ نَانِ فيِ مُـنَافِـقٍ حَـسَنٍ سُـمْتٍ وَفِـقْهٍ فيِ الدِّ يــْنِ

“Dua perkara yang tidak dijumpai pada orang munafik yaitu perilaku yang baik (hasan) dan ke-faqihan dalam Ad-Diin (agama).”

Dan janganlah anda ragu akan hadits tersebut karena munafiqnya sebagian ulama fiqh pada zaman sekarang. Dan tidaklah yang dimaksudkan oleh hadits itu akan faqih seperti yang anda sangkakan. Dan akan diterangkan nanti ihwal arti faqih yang dimaksud. Dan sekurang-kurangnya tingkatan dari seseorang ahli fiqh (fuqaha) adalah ia tahu bahwa akhirat itu adalah lebih baik dari dunia. Dan apabila pengetahuan tersebut benar dan banyak padanya, niscaya terlepaslah ia dari sifat nifaq dan ria.


Rasulullah saw bersabda:

أَفْضَلُ الــنَّـاسِ الْـمُؤْمِنُ الْعَالِمُ الَّذِيْ إِنِ احْـتِـيْـجَ إِلَـيْهِ نَــفَعَ
وَ إِنِ اسْـتَـغْــنَى عَـنْهُ أَغْنَى نَـفْسَهُ

“Seutama-utama manusia adalah al-mu’min yang ‘alim (berilmu), yang jika ia dibutuhkan maka ia berguna, dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia dapat mengurus dirinya sendiri.”


Rasulullah saw bersabda:

اَلإِيــْمَانُ عُرْ يَانٌ , وَ لِـبَاسُهُ الــتَّــقْـوَى .
وَزِيْــنَــتُهُ الْـحَـيَاءُ , وَ ثَــمْرَ تُــهُ الْــعِلْمُ

“Al-Iman itu telanjang, pakaiannya adalah at-taqwa, perhiasannya adalah malu dan buahnya adalah ilmu.”


Rasulullah saw. bersabda:

أَقْرَبُ الـنـَّاسِ مِنْ دَرَجَةِ الــنـُّبُــوَّةِ أَهْلُ الْـعِلْمِ وَالْــجِــهَادِ أَ مَّا أَهْلُ الْـعِلْمِ فَدَ لُّوا الـنـَّاسَ عَلَى مَا جَاءَتُ بِـهِ الرُّسُلُ , وَأَ مَّـا أَهْلُ الْـجِهَادُ فَـجَاهَدُوْا بِأَسْـيَافِــهِمْ عَلَى َما جَاءَتْ بِــهِ الرُّسُلُ

“Orang yang paling dekat kepada derajat kenabian adalah orang yang berilmu dan berjihad. Adapun orang yang berilmu, maka mereka memberi petunjuk kepada manusia atas apa yang dibawa para rasul, -sedangkan ahli jihad, maka mereka berjuang dengan pedang mereka atas apa yang dibawa oleh para rasul.”


Rasulullah saw. bersabda:

لَمَوْتُ قَبِيْلَةٍ أَ يْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

“Sesungguhnya matinya satu suku bangsa (kabilah) adalah lebih ringan dari pada matinya seorang yang berilmu.”


Rasulullah saw. bersabda:

اَلـنـَّاسُ مَعَادِنُ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فَخِيَارُهُمْ فيِ الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فيِ اْلإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوْا

“Manusia itu ibarat batang logam seperti halnya logam emas dan perak. Orang-orang yang baik pada masa jahiliyah menjadi baik pula pada masa Islam, apabila mereka itu adalah seorang yang faqih.”


Rasulullah saw bersabda:

يُوْزَنُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ بِدَمِ الشُّهَدَاءِ

“Ditimbang pada hari kiamat tinta ulama dengan darah syuhada”


Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ حَفِظَ عَلَى أُمَّتِي أَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا مِنَ السُّنَّةِ حَتَّى يُؤَ دِيَهَا ِإلَيْهِمْ كُنْتُ لَهُ شَفِيْعًا وَشَهِيْدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang menghafal (hafidh) empat puluh buah hadits dari As-Sunnah atas ummatku sehingga Ia menunaikannya kepada mereka, maka aku akan menjadi pemberi syafa’at kepadanya dan saksinya pada hari kiamat.”


Rasulullah saw bersabda:

مَنْ حَمَلَ مِنْ أُمَّتِي أَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقِيْهًا عَالِمًا

“Barang siapa dari ummatku menghafal (hamala) empat puluh buah hadits maka ia bertemu dengan Allah Azza wa jalla pada hari kiamat sebagai seorang yang faqih lagi berilmu.”


Rasulullah saw bersabda:

مَـنْ تَـفَـقَّـهَ فيِ دِ يـْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كَفَاهُ الله ُ تَـعَالَى مَا أَهَـمَّهُ وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Barang siapa yang faqih didalam diin Allah ‘Azza wa jalla, niscaya akan dicukupkan Allah akan kepentingannya dan Dia menganugerahi rizqi yang tidak diduga.”


Rasulullah Saw bersabda:

أَوْحَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلىَ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: يَا إِبْرَاهِيْمُ إِ نِّي عَلِيْمٌ أُحِبُّ كُلَّ عَلِيْمٍ

“Allah ‘azza wa Jalla memberi wahyu kepada Ibrahim as; “Wahai Ibrahim, sesungguhnya Aku adalah Yang Maha ‘Alim (Maha Ilmu, Maha Mengetahui), Aku senang kepada setiap orang yang ‘alim (berilmu/-mengetahui)”


Rasulullah saw bersabda:

اَلْعَالِمُ أَمِيْنُ اللَّهِ سُبْحَانَهُ فيِ اْلأَرْضِ

“Al-alim (orang yang berilmu) adalah kepercayaan Allah Subhanahu di atas bumi.”


Rasulullah saw bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أُ مَّتِي إِذَا صَلُحُوْا صَلُحَ النَّاسُ وَ إِذَا فَسَدُوا فَسَدَ النَّاسُ اْلأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ

“Dua golongan dari ummatku apabila mereka shalih (baik) maka shalih-lah manusia, dan apabila mereka rusak (fasad) maka rusaklah manusia, yaitu para pemegang ‘amr (‘Amir) dan para ahli fiqh.”


Rasulullah saw bersabda:

إِذَا أَ تَى عَلَي يَوْمٍ لاَ أَزْدَادُ فِيْهِ عِلْمًا يُقَرِّ بُنِي إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَلاَ بُوْرِكَ لِي فيِ طُلُوْعِ شَمْسِ ذَلِكَ الْيَوْمِ

“Apabila datang kepadaku hari yang padanya aku tidak bertambah ilmu yang mendekatkanku kepada Allah Azza wa Jalla, maka tidak diberikan barakah bagiku pada terbitnya matahari di hari itu.”


Rasulullah saw bersabda mengenai keutamaan ilmu dari ibadah dan mati syahid:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْ نَى رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِي

“Keutamaan orang yang ’alim (berilmu) atas seorang yang ‘abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.”


Lihatlah betapa Rasulullah saw. membuat perbandingan antara ilmu pengetahuan dengan derajat kenabian. Dan bagaimana beliau saw, telah mengurangkan tingkatan amal ibadah yang tidak disertai dengan ilmu, -meskipun orang yang beribadah itu tidak terlepas dari pengetahuan tentang peribadatan yang selalu dikerjakannya. Dan kalaulah ibadah tersebut tanpa disertai dengan adanya ilmu, maka itu bukanlah ibadah namanya.


Rasulullah Saw bersabda:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

“Kelebihan orang ‘alim atas seorang yang ‘abid adalah seperti kelebihan bulan purnama dari bintang-bintang yang lain.”


Rasulullah Saw bersabda.

يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَ ثَةٌ اَ ْلأَ نْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ

“Yang memberi syafa’at pada hari kiamat adalah tiga golongan yaitu para nabi, kemudian para ulama kemudian para syuhada.”

Ditinggikan kedudukan ahli ilmu sesudah nabi dan diatas para syuhada, serta apa yang tersebut dalam hadits tentang kelebihan seorang syuhada.


Rasulullah Saw. bersabda:

مَا عَبَدَ اللَّهُ تَعَالَى بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فيِ الدِّ يْنِ وَ لَفَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَ لْفِ عَابِدٍ وَ لِكُلِّ شَيْءٍ عِمَادٌ وَعِمَادُ هَذَا الدِّ يْنِ الْفِقْهُ

“Tidak ada pengabdian kepada Allah yang lebih utama selain dari kefaqihan di dalam Ad-diin. Seorang yang faqih adalah lebih sukar bagi setan untuk menipunya daripada seribu ‘abid. Tiap-tiap sesuatu ada tiangnya. Dan tiang Ad-Diin ini ialah kefaqihan didalamnya.”


Rasulullah saw bersabda,

خَيْرُ دِ يْنِكُمْ أَ يْسَرُ هُ وَخَيْرُ الْعِبَادَةِ الْفِقْهُ

“Yang terbaik dari diin-mu adalah yang termudah, dan sebaik-baik pengabdian dalam mengabdi adalah kefaqihan.”


Rasulullah saw bersabda,

فَضْلُ الْمُؤْمِنِ الْعَالِمِ عَلَى الْمُؤْمِنِ الْعَابِدِ بِسَبْعِيْنَ دَرَجَةً

“Keutamaan al-mu’min yang ‘alim atas al-mu’min yang ‘abid ialah tujuh puluh derajat.”


Rasulullah saw bersabda,

إِ نَّـكُمْ أَصْبَحْتُمْ فيِ زَمَنٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ قَلِيْلٍ قُرَّاؤُهُ وَخُطَبَاؤُهُ قَلِيْلٍ سَائِلُوْهُ كَثِيْرٍ مُعْطُوْهُ, اَلْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ وَسَيَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ قَلِيْلٌ مُعْطُوْهُ كَثِيْرٌ سَائِلُوْهُ اَلْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ

“Sesungguhnya kalian berada pada suatu masa yang banyak ahli fiqhnya, sedikit ahli qirra’atnya dan sedikit ahli pidatonya, sedikit orang yang meminta-minta dan banyak orang yang memberi, dan amal pada masa tersebut adalah lebih baik dari pada ilmu. Dan akan datang kepada manusia suatu masa yang sedikit ahli fiqhnya, banyak ahli pidatonya, -sedikit orang yang memberi dan banyak orang yang meminta–minta. Dan ilmu pada masa itu lebih baik dari pada amal.”


Rasulullah saw bersabda,

بَيْنَ الْعَالِمِ وَالْعَابِدِ مِائَةُ دَرَجَةٍ , بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ حُضْرُ الْجَوَادِ الْمُضَمَّرِ سَبْعِيْنَ سَنَةً

“Antara orang yang ‘alim dan orang yang ‘abid adalah seratus derajat jaraknya, (jarak) antara setiap dua derajat itu dapat ditempuh dalam masa tujuh puluh tahun oleh seekor kuda pacuan.”


Rasulullah saw bersabda,

وَ قِيلَ ياَ رَسُوْلَ اللَّهُ أَيُّ اْلأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟, فَقَالَ : اَلْعِلْمُ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ , فَقِيلَ أَيُّ الْعِلْمِ تُرِ يْدُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْعِلْمُ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ , فَقِيلَ لَهُ نَسْأَلُ عَنِ الْعَمَلِ وَتُجِيْبُ عَنِ الْعِلْمِ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ قَلِيْلَ الْعَمَلِ يَنْفَعُ مَعَ الْعِلْمِ بِاللَّهِ ، وَإِنَّ كَثِيْرَ الْعَمَلِ لاَ يَنْفَعُ مَعَ الْجَهْلِ بِاللَّهِ

Orang bertanya kepada Nabi saw:
“Ya Rasulullah!…
Amalan apakah yang lebih utama?…”
Nabi saw menjawab,..
“Ilmu mengenai Allah ‘Azza wa Jalla!”
Bertanya kembali orang itu,..
“Ilmu apa yang tuan maksud?….”
Beliau saw menjawab,…
“Ilmu mengenai Allah yang bertasbih kepadaNya segala sesuatu.”.
Berkata lagi orang itu,…
“Kami menanyakan tentang amal lantas tuan menjawab tentang ilmu!...”
Maka Rasulullah saw menjawab:
“Bahwasanya sedikit amal adalah bermanfaat bila disertai dengan ilmu mengenai Allah. Dan bahwasanya banyak amal tidaklah bermanfaat bila disertai kebodohan mengenai Allah swt.”


Rasulullah saw bersabda,

يَبْعَثُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ الْعِبَادَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَبْعَثُ الْعُلَمَاءَ ثُمَّ يَقُوْلُ :
يَا مَعْشَرَ الْعُلَمَاءِ إِ نِّي لَمْ أَضَعْ عِلْمِيْ فِيْكُمْ إِلاَّ لِعِلْمِي بِكُمْ
وَ لَمْ أَضَعْ عِلْمِيْ فِيْكُمْ لأَعَذِّ بَكُمْ، اِذْهَبُوْا فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

“Allah Swt. membangkitkan hamba-hambaNya pada hari kiamat, kemudian membangkitkan ‘ulama seraya berfirman,.. “Yaa ma’syaral ulama, sesungguhnya Aku tidak menaruh ilmuKu pada kalian kecuali karena Aku mengetahui tentang kalian, dan Aku taruh ilmuku pada kalian agar Aku tidak menyiksa kalian, pergilah karena Aku telah memberi ampunan kepada kalian.”

Kita bermohon kepada Allah Ta’ala akan kesudahan yang baik (husnul-khatimah)!…



:::
Adapun atsar (perkataan sahabat Nabi saw dan jejak para Nabi dan para waliyullah, serta para ‘alim ulama terdahulu yang shaleh), yaitu:

Ali bin Abi Thalib ra berkata kepada Kumail
“Wahai Kumail,…
Ilmu adalah lebih baik dari pada harta,…
Karena ilmu akan menjagamu,
Sedangkan engkau akan menjaga hartamu.
Ilmu adalah penghukum (hakim),…
Sedangkan harta adalah yang dihakimi.
Harta menjadi berkurang dengan dibelanjakan,
Sedangkan ilmu menjadi berkembang dengan di-infaq-kan.”

Ali bin Abi Thalib ra. juga berkata:
“Orang yang ‘alim itu lebih utama dari pada orang yang selalu berpuasa, bershalat dan berjihad.
Apabila seorang ‘alim meninggal, maka terdapatlah kekosongan dalam islam yang tidak dapat ditutup selain oleh penggantinya.”

Dan beliau ra. berkata dalam bentuk sajak:

“Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahli ilmu,…
Sesungguhnya mereka diatas panduan,...
Dan mereka memberi panduan kepada orang yang meminta petunjuk.
Nilai setiap manusia adalah dengan kebaikan,
Sedangkan orang-orang bodoh itu adalah musuh ahli ilmu.
Menanglah engkau dengan ilmu,…
Hiduplah lama…. Orang lain mati,…
Sedangkan ahli ilmu itu terus hidup.”

Abul Aswad berkata,…
“Tidak ada sesuatu yang lebih utama dari pada ilmu. Para raja itu menghukumi manusia sedangkan para ahli ilmu itu menghukumi para raja.”

Ibnu abbas ra. berkata
“Sulaiman bin Daud as disuruh memilih antara ilmu, harta dan kerajaan, maka beliau as. memilih ilmu, lalu beliau diberi harta dan kerajaan.”

Ibnul Mubarak ditanya:
“Siapakah manusia itu?…”
Beliau menjawab,…
”Al-Ulama (Orang-orang yang berilmu)”
Ditanyakan lagi,..
“Siapakah para raja itu?…”
Beliau menjawab
“Orang-orang yang zuhud”.
Ditanyakan lagi,..
“Siapakah orang yang hina itu?….“
Beliau menjawab,..
“Orang-orang yang memakan (memperoleh) dunia dengan agama”.

Ibnul Mubarak tidak memasukkan orang yang tak berilmu dalam golongan manusia. Karena ciri yang membedakan antara manusia dan hewan adalah ilmu.

Maka manusia itu adalah manusia -dimana ia menjadi mulia karena ilmu. Dan tidaklah yang demikian itu disebabkan karena sebuah kekuatan dari dirinya. Unta lebih kuat daripada manusia, bukanlah karena besarnya. Gajah lebih besar daripada manusia, bukanlah karena beraninya. Binatang buas lebih berani daripada manusia, bukanlah karena banyak makannya. Bahkan, manusia itu tidak dijadikan (diciptakan) selain karena ilmu.

Sebagian ulama berkata:
“Duhai kiranya, barang apakah yang dapat diperoleh oleh orang yang tidak memiliki ilmu, dan barang apakah yang akan hilang dari orang yang memiliki ilmu.”

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ أُوْتِيَ الْقُرْآَنُ فَرَأَى أَنَّ أَحَدًا أُوْتِيَ خَيْرً ا مِنْهُ فَقَدْ حَقَرَ مَا عَظَّمَ اللَّهُ تَعَالَى 

“Barangsiapa dihadiahkan kepadanya Al-Qur’an lalu ia memandang bahwa ada yang lain yang lebih baik daripadanya, maka orang itu telah menghinakan apa yang diagungkan oleh Allah Ta’ala.”

Fathul Maushuli ra. berkata,…
“Bukankah orang sakit itu apabila ia tak mau makan dan minum maka ia akan mati?..”
Yang hadir menjawab: “Ya”.
Kemudian beliau ra. berkata,.. “Begitu pulalah hati, apabila tak mau kepada hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka matilah hati itu.”

Benarlah perkataan itu, karena sesungguhnya makanan hati itu ialah ilmu dan hikmah. Dengan dua itulah hati menjadi hidup, sebagaimana tubuh itu hidup dengan makanan.

Orang yang tidak berilmu maka hatinya sakit, dan kematian hati menjadi sebuah kepastian. Dan kemudian ia tidak menyadari akan hal itu disebabkan kecintaan dan kesibukkannya dengan dunia, - dimana hal itu akan mematikan perasaannya. Sebagaimana perasaan takut itu kadang-kadang meniadakan rasa sakit dari luka seketika, meskipun luka itu masih ada.

Apabila datangnya kematian dan memisahkan orang tersebut dari kesibukan duniawinya, maka ia akan merasakan kebinasaannya dan ia akan menyesal dengan sesalan yang besar, -namun sesalan itu tidak bermanfaat baginya. Hal itu adalah seperti yang dirasakan oleh orang yang telah aman dari rasa takutnya, atau seperti orang yang sadar dari mabuknya, -terhadap luka-luka yang dideritanya dalam keadaan mabuk atau dalam keadaan takut.

Maka kita memohon perlindungan kepada Allah dari hari pembukaan apa yang tertutup.

Sesungguhnya manusia itu tertidur.
Apabila mati, maka dia terbangun.

Al Hasan ra. berkata:
“Ditimbang tinta para ulama dengan darah para syuhada. Maka beratlah timbangan tinta ulama itu, dari darah para syuhada.”

Ibnu Ma’sud ra. berkata:
“Haruslah bagi kalian untuk berilmu sebelum ilmu itu diangkat, sedangkan diangkatnya ilmu itu adalah dengan kematian perawi-perawinya.
Demi Tuhan yang jiwaku di dalam kekuasaan-Nya!.. Sesungguhnya orang-orang yang syahid dalam perang sabil lebih suka dibangkitkan oleh Allah nanti sebagai ulama, -karena mereka melihat akan kemuliaan ulama itu.
Sesungguhnya tak ada seorangpun yang dilahirkan sebagai orang yang berilmu, karena ilmu itu adalah dengan belajar.”

Ibnu Abbas ra berkata:
“Bertukar pikiran tentang ilmu pada sebagian malam, lebih aku sukai daripada berbuat ibadah di malam itu.”

Demikian juga menurut Abu Hurairah ra. dan Ahmad bin Hambal ra.

Al Hasan berkata mengenai fiman Allah Ta’ala:

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة

“Ya Rabb kami, berikanlah kami hasanah didunia dan hasanah di akhirat.” (Qs. 2: 201)
Bahwasanya hasanah di dunia itu adalah al-ilmu dan pengabdian (ibadah), sedangkan hasanah di akhirat adalah surga.

Ditanyakan kepada sebagian hukama (para ahli hikmah),… “Barang apakah yang dapat disimpan lama?…” Lalu beliau menjawab: “Yaitu barang-barang, yang apabila kapalmu karam, maka dia berenang bersama kalian, yakni ilmu”.
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan karam kapal ialah binasanya badan karena mati.

Berkata sebagian hukama:
“Barangsiapa membuat ilmu sebagai kendali, niscaya ia diambil manusia menjadi imam. Dan barang siapa dikenal dengan hikmahnya, niscaya dia diperhatikan oleh semua mata dengan kemuliaan.”

Berkata Imam Asy Syafi’i ra.,…
“Diantara keutamaan dari ilmu ialah bahwa tiap-tiap orang dikatakan berilmu meskipun dalam soal yang remeh, maka ia bergembira. Sebaliknya, apabila dikatakan tidak, maka ia merasa sedih.”

Umar ra. berkata:
“Wahai manusia,…
Wajiblah bagi kalian untuk berilmu.
Sesungguhnya Allah swt, memiliki selendang yang dikasihiNya. Barangsiapa mencari sebuah pintu dari ilmu, maka ia akan diselendangi oleh Allah dengan selendangNya. Jika ia berbuat dosa maka ia akan meminta kerelaan Allah tiga kali, supaya selendangnya itu tidak dibuka daripadanya, meskipun dosanya itu berkepanjangan sampai ia mati.”

Al Ahnaf rahimahullah berkata:
“Al-Ulama itu hampir-hampir dianggap sebagai tuhan, dan setiap kemuliaan yang tidak dikuatkan oleh ilmu maka kehinaanlah kesudahannya.”

Salim bin Abil Ja’d berkata:
“Tuanku membeliku dengan tiga ratus dirham dan ia memerdekakan saya” lalu saya berkata: ’Dengan apakah saya bekerja?…’ Maka saya bekerja dengan ilmu dan tidak genap setahun bagiku sehingga datanglah amir madinah kepadaku. Maka tidak aku izinkan ia masuk.”

Az Zubair bin abu Bakar berkata:
“Ayahku di irak menulis surat kepadaku. Yang isinya antara lain:…
“Wajiblah atasmu untuk berilmu.
Jika kamu faqir maka ilmu itu menjadi hartamu. Dan jika kamu kaya maka ilmu itu menjadi keindahan bagimu.”

Demikian juga dikisahkan dalam wasiat-wasiat Luqman kepada anaknya,
Berkata Luqmanul hakim:
“Wahai anakku!..
Duduklah bersama para ulama!…
Rapatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena sesungguhnya Allah swt menghidupkan hati dengan nur-hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi dengan hujan dari langit.”

Sebagian hukama’ berkata:
“Apabila orang ‘alim (orang yang berilmu) meninggal maka ia ditangisi oleh ikan di dalam air, dan oleh burung di udara. Wajahnya hilang tetapi sebutannya tidak dilupakan.”

Az Zuhri rahimahullah berkata:
“Ilmu itu adalah jantan,..
Dan tidak yang mencintainya selain oleh laki-laki yang jantan.”


:::

1.2 Keutamaan Belajar.

Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan belajar yaitu firman Allah Ta’ala:

فلولا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين

“Mengapa tidak pula berangkat satu rombongan dari tiap-tiap golongan untuk kefaqihan dalam Ad-Diin.” (Qs. At Taubah 122)


فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

“Maka bertanyalah kamu kepada ahli dzikir, jika kamu tidak tahu.” (Qs. An Nahl 43)


Adapun hadits Nabi saw, diantara lain dengan sabdanya:

مَنْ سَلَكَ طَرِ  يْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِ  يْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang menjalani suatu jalan (salaka thariiqan) untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya thariqat ke surga.” (Hr. Muslim)


Dan Beliau saw, bersabda:

إِنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ  لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًاء بِمَا يَصْنَعُ

“Sesungguhnya para malaikat itu membentangkan sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu, tanda rela dengan usahanya itu.” (Hr. Ahmad)



لأن تغدو فتتعلم بابا من العلم خير من أن تصلي مائة ركعة

“Bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu adalah lebih baik daripada engkau melakukan shalat seratus raka’at.” (Hr. Ibnu Abdil Birr)



بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ يَتَعَلَّمُهُ الرَّجُلُ خَيْرُ لَهُ مِنَ الدُّ نْيَا وَمَا فِيْهَا

“Suatu bab dari ilmu yang dipelajari seseorang, adalah lebih baik baginya dari dunia dan isinya.”
(Hr. Ibnu Hibban)


اطلبوا العلم ولو بالصين

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina sekalipun.”
(Hr. Al Baihaqi)

طَـــلَبُ الْــــعِلْــمِ فَــرِ يْــضَــةٌ عَــلَى كُلِّ مُــسْـلِـــمٍ

“Menuntut ilmu adalah wajib atas tiap-tiap muslim.” (Hr. Ibnu Majah)



اَلْعِلْمُ خَزَ ائِنَ مَفَاتِيْحُهَا السُّؤَ الُ  فَاسْأَلُوْا

 فَإِ نَّهُ يُؤْجَرُ فِيْهَ أَرْبَعَةٌ , اَلسَّائِلُ وَالْعَالِمُ  وَالْمُسْتَمِعُ وَالمْحِبُّ لَهُمْ

“Ilmu itu adalah gudang-gudang. Anak kuncinya adalah pertanyaan. Maka dari itu, bertanyalah!… Sesungguhnya diberi pahala pada bertanya itu empat orang, yaitu: Penanya, yang berilmu, pendengar dan yang suka kepada mereka yang tiga tadi.” (Hr. Abu Na’im)


لاَ يَنْبَغِي لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى جَهْلِهِ, وَلاَ لِلْعَالِمِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى عِلْمِهِ

“Tak wajarlah bagi orang yang bodoh bediam diri atas kebodohannya. Dan tak wajarlah bagi orang yang berilmu, berdiam diri atas ilmunya.” (Hr. Ath thabrani)


Sebuah hadits yang diriwayatkan dari abu Dzar:

حضور مجلس عالم أفضل من صلاة ألف ركعة وعيادة ألف مريض وشهود ألف جنازة . فقيل: يا رسول الله، ومن قراءة القرآن؟ فقال صلى الله عليه وسلم : وهل ينفع القرآن إلا بالعلم

“Menghadiri majelis ilmu adalah lebih utama dari pada shalat seribu raka’at, menjenguk seribu orang sakit dan menghadiri seribu jenazah.” Lalu ditanyakan: “Ya Rasulullah,… dan dari membaca Al-Qur’an?…” Lalu beliau saw bersabda: “Apakah Al Qur’an itu bermanfaat bila tidak disertai ilmu.” (Hr. Ibnul Jauzi)


من جاءه الموت وهو يطلب العلم ليحيي به الإسلام فبينه وبين الأنبياء في الجنة درجة واحدة

“Barangsiapa yang meninggal dunia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Al-Islam, maka antara dia dan para Nabi berada di surga sejauh satu derajat (tingkatan).” (Hr. Ad-Darimi)


:::
Adapun menurut Atsar,..

Ibnu Abbas ra. telah berkata,..
“Aku telah menghinakan seorang penuntut ilmu,
Lalu aku memuliakan yang dituntutnya.”

Demikian pula berkata Ibnu Abi Mulaikah ra.,..
“Belum pernah aku melihat seorang seperti Ibnu Abbas. Apabila aku melihatnya maka tampaklah, mukanya amat cantik. Apabila ia berkata-kata maka lidahnya amat lancar. Dan apabila ia memberi fatwa maka dialah orang yang banyak ilmunya.”

Berkata Ibnul Mubarak ra….
“Aku heran kepada orang yang tidak menuntut ilmu!… Bagaimana ia mau untuk membawa dirinya kepada kemuliaan.”

Berkata sebagian hukama’ :
“Sesungguhnya aku tidak belas kasihan kepada orang-orang seperti belas kasihanku kepada salah seorang dari dua: yaitu orang yang menuntut ilmu dan tidak memahaminya dan orang yang memahami ilmu dan tidak menuntutnya.”

Abid darda’ ra. berkata,..
“Lebih suka aku mempelajari satu masalah, daripada mengerjakan shalat satu malam.”

Dan ditambahkannya pula,..
“Orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu berserikat pada kebajikan. Dan manusia lain adalah bodoh, tak ada kebajikan padanya.”

Dan beliau pun berkata pula:
“Hendaklah engkau menjadi orang yang berilmu atau yang belajar atau yang mendengar ilmu dan janganlah engkau menjadi orang yang keempat (tak termasuk salah seorang dari yang tiga tadi) maka binasalah engkau.”

Berkata ‘Atha,…
“Suatu majelis ilmu itu akan menghapuskan dosa tujuh puluh majelis yang sia-sia.”

Umar ra. berkata,…
“Meninggalnya seribu ‘abid, yang malamnya mengerjakan shalat dan siangnya berpuasa adalah lebih mudah daripada meninggalnya seorang ‘alim yang mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan Allah.”

Imam Asy Syafi’I ra. berkata,…
“Menuntut ilmu adalah lebih utama daripada berbuat ibadah sunah.”

Ibnu Abdil Hakam ra. berkata,..
“Ketika itu aku belajar ilmu pada Imam Malik. Kemudian masuk waktu Dzuhur, maka aku kumpulkan semua kitab untuk mengerjakan shalat.

Maka Imam Malik berkata kepadaku,..
“Duhai kiranya,… tidaklah yang engkau bangun hendak mengerjakannya itu lebih utama daripada apa yang ada engkau didalamnya, apabila niat itu benar.”

Abid Darda’ ra. berkata:
“Barangsiapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu itu bukan jihad, maka dia adalah orang yang kurang pikiran dan akal.”


:::
1.3. Keutamaan Mengajar.

Ayat-ayat yang mengutamakan keutamaan mengajar yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla:

ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون

“Supaya mereka mendapat peringatan kepada kaumnya bila telah kembali kepada mereka. Mudah-mudahan mereka berhati-hati (menjaga dirinya).” (Qs. At Taubah 122)

Yang dimaksud adalah mengajar dan memberi petunjuk.

Dan firman Allah Ta’ala:

وإذ أخذ الله ميثاق الذين أوتوا الكتاب ليبيننه للناس ولا يكتمونه

“Tatkala diambil oleh Allah akan janji dari mereka yang diberikan Al-Kitab supaya diterangkannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.” (Qs. Ali Imran 187)

Hal tersebut membuktikan akan kewajiban mengajar.

Dan firman Allah Ta’ala:

وإن فريقا منهم ليكتمون الحق وهم يعلمون

“Sesungguhnya satu golongan dari mereka menyembunyikan Al-Haqq, sedang mereka itu mengetahuinya.” (Qs. Al Baqarah 146)


Hal tersebut menunjukkan haramnya menyembunyikan ilmu, seperti firmanNya tentang menjadi saksi:

ومن يكتمها فإنه آثم قلبه

“Dan barangsiapa yang menyembunyikan kesaksian (tak mau menjadi saksi) maka berdosalah qalb-nya.” (Qs. Al Baqarah 283)


Dan Nabi saw bersabda:

ما آتى الله عالما علما إلا وأخذ عليه من الميثاق ما أخذ على النبيين أن يبينوه للناس ولا يكتموه

“Tidak diberikan oleh Allah kepada seseorang yang berilmu akan ilmu, melainkan telah diambilNya janji seperti yang diambilNya kepada para Nabi, bahwa mereka akan menerangkan ilmu itu kepada manusia dan tidak akan menyembunyikannya.” (Hr. Abu Na’im)


Dan Allah swt. Berfirman :

ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا

“Dan siapakah yang lebih ihsan perkataannya daripada orang yang memanggil kepada Allah dan dia berbuat amalan yang shalih.’ (Qs. Fushilat 33)


Allah Ta’ala berfirman:

ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة

“Serulah ke-jalan Rabbmu dengan menyertakan al-Hikmah dan pengajaran yang baik.”
(Qs. An Nahl 125)


Berfirman Allah Ta’ala:

ويعلمهم الكتاب والحكمة

“DiajariNya mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.”
(Qs. Al Baqarah 129)


Adapun mengenai Hadits yang menerangkan keutamaan mengajar, yaitu sabda Nabi saw. kepada Muadz ketika diutusnya ke Yaman:

لأَنْ َيهْدِيَ الله بِكَ رَجُلا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Bahwasanya dengan sebabmu diberi petunjuk oleh Allah akan seseorang adalah lebih baik bagimu daripada dunia dan isinya.” (Hr. Ahmad)


Bersabda Nabi saw:

من تعلم بابا من العلم ليعلم الناس أعطي ثواب سبعين صديقا

“Barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada manusia maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang shidiqin.” (Hr. Abu Mansur)


Bersabda Nabi saw.

من علم وعمل وعلم فذلك يدعى عظيما في ملكوت السموات

“Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut “orang besar” di segala petala langit.”


Bersabda Nabi saw,

إذا كان يوم القيامة يقول الله سبحانه للعابدين والمجاهدين ادخلوا الجنة فيقول العلماء بفضل علمنا تعبدوا وجاهدوا فيقول الله عز وجل أنتم عندي كبعض ملائكتي اشفعوا تشفعوا فيشفعون ثم يدخلون الجنة حديث إذا كان يوم القيامة يقول الله تعالى للعابدين والمجاهدين ادخلوا الجنة

“Apabila datang hari Kiamat nanti, maka berfirman Allah swt kepada orang ‘abid dan orang yang berjihad: “Masuklah kedalam surga!…” Maka berkata para ulama: “Dengan kelebihan pengetahuan kami-lah, mereka beribadah dan berjihad.” Maka berfirman Allah ‘Azza Wa Jalla: “Kamu disisiKu seperti sebagian malaikatKu. Berbuatlah syafa’at maka syafa’at-mu diterima!…” Lalu merekapun berbuat syafa’at. Kemudian mereka pun masuk surga.”
(Hr. Abul ‘Abbas Adz Dzahabi)

Dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang dengan memberi pengajaran. Dan bukanlah ilmu yang beku yang tidak berkembang.


Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا مِنَ النَّاسِ بَعْدَ أَنْ يُؤْتِيَهُمْ إِيَّاهُ
وَلَكِنْ يَذْهَبُ بِذَهَابَ الْعُلَمَاءِ فَكُلَّمَا ذَهَبَ عَالِمٌ ذَهَبَ بِمَا مَعَهُ مِنَ الْعِلْمِ
حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ إِلاَّ رُؤَسَاءُ جُهَّالاً إِنْ سُئِلُوْا أَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيُضِلُّوْنَ وَ يُضِلُّوْنَ

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak mencabut ilmu, dari manusia yang telah dianugerahiNya, akan tetapi ilmu itu pergi, dengan perginya para ‘ulama tersebut. Tiap kali pergi seorang ‘ulama, maka pergilah bersamanya ilmunya. Sehingga tidak ada yang tinggal lagi, selain dari kepala-kepala yang bodoh. Yang jika ditanya lalu memberi fatwa dengan tiada ilmu. Maka sesatlah mereka sendiri dan menyesatkan pula orang lain.” (Hr. Muslim)


مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَكَتَمَهُ ألْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارِ

“Barangsiapa mengetahui akan sesuatu ilmu, lalu menyembunyikannya, maka ia akan dikenakan oleh Allah kekang, dengan kekang api pada hari kiamat.” (Hr. Abu Dawud)


نِعْمَ الْعَطِيَّةُ وَ نِعْمَ الْهِدْ يَةُ كَلِمَةُ حِكْمَةٍ تَسْمَعُهَا فَتَطْوِى عَلَيْهَا
ثُمَّ تَحْمِلُهَا إِلَى أَخٍ لَكَ مُسْلِمٍ تُعَلِّمُهُ إِيَّاهَا تَعْدِلُ عِبَادَةَ سَنَةٍ

“Sebaik-baik pemberian dan sebaik-baik hadiah ialah kata-kata berhikmah. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan kepada saudaramu yang muslim lalu engkau mengajarinya. Perbuatan yang demikian menyamai ibadah setahun.” (Hr. Ath Thabrani)


Bersabda Nabi saw,

الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله سبحانه وما والاه أو معلما أو متعلما

“Dunia itu terkutuk, terkutuk (pula) apa yang ada padanya kecuali berdzikir kepada Allah swt. dan apa yang mengiringinya atau orang yang mengajar atau orang yang belajar.” (Hr. At Tirmidzi)



إِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَمَلاَ ئِكَتَهُ وَأَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَرْضِهِ حَتَّى الْنَّمْلَةِ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتِ فِي الْبَحْرِ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرِ

“Sesungguhnya Allah Yang bertasbih kepadaNya (segala sesuatu), dan para malaikatNya, isi langit dan bumiNya, sampai kepada semut didalam lubang dan ikan didalam laut, semuanya berdo’a kebajikan (shallu) atas yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (Hr. At Tirmidzi)


مَا أَفَادَ الْمُسْلِمُ أَخَاهُ فَائِدَةً أَفْضَلُ مِنْ حَدِيْثٍ حَسَنٍ بَلَغَهُ فبَلَغَهَُ

“Tiadalah seorang muslim memberi faedah yang lebih utama, selain dari pemberitaan yang hasan, yang sampai kepadanya, lalu disampaikannya kepada saudaranya.” (Hr. Ibnu abdil Barr)


كَلِمَةٌ مِنَ اْلخَيْرِ يَسْمَعُهَا اْلمُؤْمِنُ فَيَعْلَمُهَا وَيعَْمَلُ بِهَا خَيْرٌ لَهُ مِنْْ عِبَادَةٍ سَنَةٍ

“Kalimah kebaikan yang didengar oleh seorang mu’min, lalu dipelajarinya dan diamalkannya, adalah lebih baik baginya dari ibadah setahun.” (Hr. Ibnul Mubarak)


Pada suatu peristiwa Rasulullah saw. melihat dua majelis, yaitu yang satu mereka berdo’a kepada Allah dan ingin kepadaNya, dan yang kedua mereka mengajar manusia. Lalu beliau saw bersabda:

أَمَّا هَؤُلاءِ فَيَسْأَلُونَ الله تَعَالَى فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَأَمَّا هؤلاءِ فَيُعَلِّمُونَ النَّاسَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا ثُمَّ عَدِلَ إِلَيْهِمْ وَجَلَسَ مَعَهُمْ

Adapun mereka yang bermohon kepada Allah ta’ala, maka Jika Dia menghendaki maka dikabulkanNya. Dan Jika tidak dikehendakiNya, maka ditolak-Nya. Adapun mereka yang satu majelis lagi, yang mengajarkan manusia, dan aku ini diutus untuk mengajar.” Kemudian beliau saw. menoleh ke majelis orang yang mengajar, lalu beliau saw pun duduk bersama mereka." (Hr. Ibnu Majah)



مَثلُ مَا بَعَثنِي الله عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَاْلعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضًا 
فَكَانَتْ مِنْهَا بُقْعَةً قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأ وَالْعَشْبَ الْكَثِيْرَ 
وَكَانَتْ مِنْهَا بُقْعَةً أَمْسَكَتِ اْلَماءَ فَنَفَعَ الله عَزَّ وَجَلَّ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقُوا وَزَرَعُوا وَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيْعَانُ لا تُمْسِكُ مَاءً وًلا تُنْبِتُ كَلأً

“Pengibaratan akan apa yang Allah azza wa jalla anugerahkan kepadaku yang dengannya dari al-huda dan ilmu adalah seperti hujan deras yang turun ke permukaan bumi. Sebagian adalah yang subur yang menyerap air itu dan diatasnya tumbuh rumput dan sayur mayur. Sebagian lagi keras yang menahan air itu dan orang-orang dapat menggunakannya sebagai air minum.Dan lainnya yang tandus, yang tidak dapat menyerap air dan sayur mayurpun tak dapat tumbuh diatasnya.” 
(Hr. Bukhari)


Perumpamaan yang pertama disebutnya sebagai tamsil teladan bagi orang yang dapat mengambil faedah dengan ilmunya. Perumpamaan yang kedua, dicontohkan sebagai orang yang dapat memanfaatkannya. Dan perumpamaan yang ketiga adalah bagi orang yang tak memperoleh apa-apa dari yang dua itu.


Bersabda Nabi saw:


إِذَا مَاتَ ابْنُ آَدَمَ ِانْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَ مِنْ ثَلاَثٍ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ

”Apabila mati seorang anak Adam, terputuslah amal perbuatannya selain dari tiga perkara, yaitu (diantaranya) ilmu yang bermanfaat yang menyertainya." (Hr. Muslim)


Nabi saw bersabda:


الَّدالُّ عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِ

“Menunjuk kepada kebajikan adalah seperti mengerjakannya.” 

Nabi saw bersabda:

  
لاَ حَسَدَ إِلاَ فيِ اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آَتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلّمُهَا النَّاسَ وَرَجُلٌ آَتَاهُ اللَّهُ مَالاَ فَسَلُّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْخَيْرِ 


“Tidak boleh hasud (iri hati) selain pada dua hal, pada orang yang dianugerahi Allah ta’ala hikmah, maka diteguhkannya keadilan dengan ilmunya dan diajarkannya kepada manusia. Dan kedua pada orang yang diberikan oleh Allah Ta’ala harta, maka dipergunakannya pada jalan kebajikan.” 
(Hr. Bukhari)


Rasulullah saw bersabda:

عَلَى خُلَفَائِي رَحْمَةُ اللَّهِ , قِيْلَ وَمَنْ خُلَفَاؤُك َ, قَالَ الَّذِيْنَ يَحْيَوْنَ سُنَّتِي وَيُعَلِّمُوْنَهَا عِبَادَ اللَّهِ

“Rahmat Allah atas khalifah-khalifahku!…” “Siapakah khalifah tuan?..” tanya hadirin.
Rasulullah saw menjawab,… “Mereka yang menghidupkan sunnah-sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba Allah.”
(Hr. Ibnu Abdil Birr)


:::
Adapun menurut Atsar,

Umar bin khatab ra. berkata,..
“Barangsiapa menceritakan suatu hadits, lalu diamalkan orang, maka baginya pahala seperti pahala yang diperoleh oleh orang yang mengamalkannya.”

Ibnu Abbas. ra. berkata
“Orang yang mengerjakan kebajikan kepada orang banyak, niscaya diminta ampun dosanya oleh segala sesuatu, bahkan ikan didalam laut.”

Berkata sebagian ulama:
“Orang berilmu itu masuk pada apa yang di antara Allah dan makhlukNya. Maka hendaklah perhatikan, bagaimana ia masuk.”

Diriwayatkan bahwa Sufyan Ats Tsuri ra. Datang ke ‘Askalan. Lalu beliau berhenti pada suatu tempat dan tiada orang yang bertanya kepada beliau.
Maka beliau kemudian berkata,… “Koreklah tanah bagiku supaya aku ke luar dari negeri ini. Ini adalah negeri, yang mati padanya ilmu.”

Beliau mengatakan demikian karena ingin menerangkan keutamaan mengajar dan kekekalan ilmu dengan adanya pengajaran.

‘Atha’ ra. berkata,…
“Aku masuk ke tempat Sa’id bin Al Muasyyab dan ia sedang menangis. Lalu aku bertanya: “Apakah yang menyebabkan engkau menangis?…”
Ia menjawab: “Karena tak ada orang yang menanyakan sesuatu kepadaku.”

Berkata sebagian mereka:
“Ulama itu lampu segala masa.
Masing-masing ulama itu menjadi lampu pada zamannya. Orang-orang yang semasa dengan dia dapat memperoleh nur daripadanya.”

Al Hasan ra. berkata,…
“Seandainya tidak karena orang yang berilmu,
Niscaya jadilah manusia itu seperti hewan.”
-Artinya dengan mengajar, para ahli ilmu itu mengeluarkan manusia dari batas kehewanan kepada batas kemanusiaan.

‘Akramah berkata,..
“Sesungguhnya ilmu ini mempunyai harga!...”
Lalu hadirin pun kemudian menanyakan,..
“Apakah harganya itu?….”
‘Akramah menjawab:
“Engkau simpan pada orang yang bagus membawanya dan tidak menyia-nyiakannya.”

Yahya bin Mu’adz berkata,…
“Para ulama itu lebih mencintai ummat Nabi Muhammad saw, ketimbang bapak dan ibu mereka sendiri.”
Lalu hadirin menanyakan:
“Bagaimanakah demikian?….”
Yahya menjawab,.. “Sebabnya, karena bapak dan ibu mereka menjaganya daripada neraka dunia, sedang para ulama menjaganya dari pada neraka di akhirat.”

Orang mengatakan,
“Permulaan ilmu itu berdiam diri,
kemudian mendengar,
kemudian menghafal,
kemudian mengerjakan
Dan kemudian menyebarkannya.”

Ada orang mengatakan:
“Ajarkanlah ilmumu kepada orang yang tidak tahu!… Dan belajarlah dari orang yang berilmu akan apa yang engkau tak tahu!… Apabila engkau berbuat demikian, maka engkau tahu apa yang engkau tidak ketahui dan engkau hafal akan apa yang sudah engkau ketahui.”

Muadz bin Jabal ra. berkata,..
“Pelajarilah ilmu!..
Maka mempelajarinya karena Allah itu adalah taqwa (khasyatun).
Menuntutnya itu adalah pengabdian (ibadah).
Mengulang-ngulangnya itu adalah tasbih.
Membahaskannya itu adalah jihad.
Mengajarkan kepada orang yang tidak tahu itu adalah sedekah.
Memberikannya kepada ahlinya itu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ilmu itu adalah teman dikala sendirian dan kawan dikala kesepian,
Penunjuk jalan kepada agama (Ad-Diin),
Sang pemberi nasehat bersabar dikala suka dan duka,
Seorang menteri ditengah-tengah teman sejawat,
Seorang keluarga di tengah-tengah orang asing,
Dan cahaya jalan ke surga.
Dengan ilmu, diangkat oleh Allah beberapa kaum. Lalu dijadikannya mereka pemimpin, penghulu dan penunjuk jalan pada kebajikan.
Jejak mereka diikuti, perbuatan mereka diperhatikan.
Malaikat suka kepada tingkah laku mereka. Disapunya mereka dengan sayapnya.
Seluruh yang basah dan yang kering meminta ampun akan dosa mereka, bahkan ikan dan binatang laut, binatang buas dan binatang jinak di darat, langit dan bintang-bintangnya.”
Karena Ilmu itu adalah sebuah kehidupan bagi hati dari kebutaan, sinar penglihatan dari kedzaliman dan kekuatan badan dari kelemahan.
Dengan ilmu, hamba Allah itu sampai ke tempat orang baik-baik dan derajat tinggi. Memikirkan ilmu seimbang dengan berpuasa. Mengulang-ulangnya seimbang dengan mengerjakan shalat.
Dengan ilmu, orang cenderung menjadi ta’at kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, dengannya ia mengabdi kepada Allah, dengannya hamba itu diberi janji, dengannya Dia ditauhidkan, dimuliakan, dengannya sang hamba pun menjadi wara’, menyambung silahturahmi dan mengetahui halal dan haram.
Ilmu itu imam dan amal itu pengikutnya.
Diilhamkan ilmu kepada orang-orang yang berbahagia dan diharamkan kepada orang-orang yang celaka.
Kita memohon kepada Allah Ta’ala akan sebaik-baiknya taufiq.




:::
1.4. Tentang dalil-dalil ‘Aql.

Ketahuilah bahwa yang dicari dari bab ini ialah mengenal fadhilah (keutamaan) dan nilai dari ilmu. Dan selama belum terpahami akan keutamaan ilmu dan tidak diselidiki akan maksud daripadanya, maka sebuah keniscayaan untuk bisa mengetahui akan adanya keutamaan yang menjadi sifat bagi ilmu itu sendiri, -atau bagi yang lainnya dari segala persoalan. Maka akan menjadi sesat jalan seorang yang ingin mengetahui Zaid itu seorang filosof ataukah bukan, sedang dia sendiri belum mengetahui akan arti dan hakikat dari ilmu filsafat itu sendiri.

Al-fadhilah berasal dari perkataan al-fadli (utama), yaitu az-ziadah (tambahan).

Apabila terhimpunnya dua buah benda dalam sebuah urusan, -yang dimana salah satu dari keduanya itu memiliki sebuah keutamaan, maka dapat dikatakan keutamaannya itu sebagai sebuah kelebihannya.

Dan benda yang satu mempunyai sebuah kelebihan dari yang lain, -manakala kelebihannya itu mengenai apa yang menjadi kesempurnaannya.

Umpamanya dikatakan:
“Kuda lebih utama dari keledai.”
Dengan pengertian: bahwa kuda terhimpun dengan keledai tentang sama-sama mempunyai kekuatan, yaitu kekuatan mengangkut. Tetapi kekuatan kuda melebihi dari kekuatan keledai, -yang cenderung tampil lebih menonjol, baik dari kekuatan berlari, ketangkasan melompat serta kebagusan akan bentuknya.

Kalaulah diumpamakan keledai itu mempunyai kelebihan seperti halnya sebuah daging yang tumbuh, -maka tidaklah hal itu dikatakan sebagai sebuah kelebihan. Karena itu adalah sebuah tambahan pada tubuh dan menjadi kekurangan dalam arti yang sebenarnya. Jadi hal itu tidaklah termasuk sebuah kesempurnaan sedikitpun. Dan hewan dicari untuk maksud dan sifatnya, dan tidak pada tubuhnya.

Apabila hal ini telah engkau pahami, maka tidaklah tersembunyi lagi bagimu, -bahwa ilmu itu adalah sebuah keutamaan bila dibandingkan dengan sifat-sifat yang lain, -sebagaimana halnya kuda yang mempunyai sebuah keutamaan bila dibandingkan dengan hewan-hewan yang lain.

Keutamaan kuda adalah dalam kecepatan berlari, -namun hal itu tidaklah sebagai sebuah keutamaan yang mutlak. Sedangkan ilmu adalah sebuah keutamaan yang pada dirinya secara mutlak yang tanpa diperhubungkan kepada yang lain. Karena ilmu itu adalah sifat kesempurnaan Allah swt. Dengan ilmu-lah, menjadi mulia para malaikat dan para Nabi. Bahkan kuda yang cerdik adalah lebih baik dari kuda yang bodoh. Maka dari itu, ilmu adalah sebuah keutamaan yang mutlak, -tanpa diperhubungkan dengan yang lain.


Ketahuilah,…
Bahwa suatu hal yang bernilai, -dan yang paling digemari itu, terbagi kepada,..
a. Sesuatu yang dicari untuk lainnya.
b. Sesuatu yang dicari karena benda itu sendiri.
c. Sesuatu yang dicari untuk tujuan lainnya dan untuk benda itu sendiri.

Sesuatu yang dicari karena benda itu sendiri adalah lebih mulia dan lebih utama daripada yang dicari untuk lainnya.

Sesuatu yang dicari untuk lainnya ialah seperti dirham dan dinar. Pada hakekatnya keduanya adalah batu dan tak ada manfaatnya. Kalaulah Allah Ta’ala tidak menjadikan keduanya sebagai sarana untuk memudahkan di dalam memperoleh kebutuhan hidup, -maka dirham dan dinar itu sama saja dengan batu yang terletak ditepi jalan.

Sesuatu yang dicari karena benda itu sendiri adalah sebuah kebahagiaan akhirat dan kesenangan memandang Wajah Allah swt.

Dan yang dicari untuk benda itu sendiri dan untuk yang lainnya adalah seperti keselamatan tubuh. Umpamanya keselamatan seseorang yang dilihat dari segi keselamatan tubuh dari sebuah kepedihan. Dan dengan keselamatan itu sendiri maka akan dicari sesuatu untuk berjalan guna mencapai maksud-maksud dan kebutuhannya.

Dengan ketiga pandangan tersebut apabila engkau perhatikan kepada ilmu, -niscaya engkau akan memperoleh pada ilmu itu sendiri sebagai sebuah kesenangan.

Jadi, Ilmu itu termasuk sesuatu yang dicari untuk ilmu itu sendiri.
Dan engkau akan memperoleh bahwa ilmu adalah jalan ke negeri akhirat, -kebahagiaan akhirat dan jalan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah akan sampai kepadaNya, selain dengan ilmu.

Kedudukan yang tertinggi bagi seorang manusia ialah kebahagiaan abadi. Dan hal yang paling utama ialah berjalan kepadanya. Dan tidak akan sampai kepadanya selain dengan ilmu dan amal. Dan tidak sampai kepada amal selain dengan mengetahui caranya beramal.

Maka yang menjadi inti kebahagiaan di dunia dan di akhirat adalah ilmu. Jadi, ilmu-lah yang terutama dari segala perbuatan.

Bagaimana mungkin tidak!... karena guna mengetahui keutamaan sesuatu adalah dengan mengetahui kemuliaan akan hasilnya.

Dan engkau pun akan mengetahui bahwa hasil dari ilmu itu sendiri ialah mendekatkan diri kepada Rabbul’alamin, -senantiasa menghubungkan diri dengan ketinggian para malaikat dan berhampiran dengan malaikat yang tinggi.
Itu semuanya adalah di akhirat.

Adapun halnya di dunia, maka kemuliaan, kebesaran, kepengaruhan, kepemerintahan bagi para raja dan penghormatan,.. -terjadi secara naluri. Sehingga orang Turki yang bodoh dan orang Arab yang kasar, -secara naluri mereka akan menghormati pemimpin-pemimpinnya. Dikarenakan kekhususan mereka dengan sebuah tambahan akan ilmu, yang diperoleh dari pengalaman.

Bahkan hewan pun secara naluri menghormati manusia karena perasaan perbedaan manusia dengan kesempurnaan yang melebihi derajat hewan.

Inilah keutamaan ilmu secara mutlak!…

Kemudian, ilmu itu berbeda-beda, seperti yang akan diterangkan nanti. Dan sudah pada tempatnya diberitakan akan kelebihan dan kekurangannya, yang disebabkan akan lebih-kurangnya itu.

Dan keutamaan mengajar dan belajar adalah sudah jelas dari apa yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Adapun ilmu ini adalah lebih utama dalam segala hal, maka mempelajarinya adalah memberi faedah bagi keutamaan.

Jelasnya, segala maksud manusia itu terkumpul dalam agama dan dunia. Dan tidaklah agama akan teratur selain dengan teraturnya dunia.

Dunia adalah tempat bercocok tanam bagi akhirat. Dunia adalah alat yang menyampaikan kepada Allah Ta’ala, -bagi orang yang mau mengambilnya menjadi alat dan tempat tinggal. Dan tidak bagi orang yang mengambilnya menjadi tempat tetap dan tanah air yang abadi.

Urusan duniawi sesnantiasa tidak akan teratur selain dengan amal perbuatan manusia.

Amal perbuatan, pekerjaan dan setiap per-usaha-an manusia itu senantiasa terbagi pada tiga bagian, yaitu:

a. Yang pertama adalah pokok:
Alam ini tidak dapat tegak bila pokok ini tidak ada yaitu:
1. Pertanian untuk pangan.
2. Pertenunan untuk sandang.
3. Perumahan untuk tempat tinggal.
4. dan siasah (politik); yaitu untuk kerukunan, persatuan dan gotong royong yang mencapai sebab-sebab yang membawa kepada kehidupan yang lebih baik dan mengendali-kannya.

b. Yang kedua adalah, -Yang mempersiapkan bagi tiap-tiiap usaha tersebut dan yang melayaninya, seperti halnya pertukangan besi, -senantiasa melayani pertanian dan sejumlah usaha dengan persiapan alat-alatnya, seperti mem-buat sebuah alat guna membersihkan kapas dari bijinya dan membuat benang. Semuanya peralatan tersebut digunakan untuk bertenun kain dengan persiapan amal usahanya.

c. Yang ketiga adalah, -penyempurnaan bagi pokok dan penghias, seperti menumbuk tepung dan membuat roti bagi pertanian, -menggunting kain dan menjahit bagi pertenunan.

Adapun hal yang telah disebutkan tadi, -yang dimana apabila dihubungkan kepada tegak berdirinya alam kebumian, adalah seumpama bagian-bagian seseorang yang bila dihubungkan kepada keseluruhannya, Yaitu ada tiga macam pula.
• Adakalanya pokok, seperti hati, jantung dan otak.
• Adakalanya pelayan bagi pokok, seperti perut, urat, urat syaraf dan pembuluh darah.
• Dan adakalanya penyempurna dan penghias bagi hal yang pokok, seperti kuku, anak jari dan bulu kening.

Yang termulia dari segala pekerjaan itu ialah hal yang pokok-nya. Yang termulia dari pokoknya ialah siasah, -dengan kerukunan dan perbaikannya.

Maka dari itu, usaha tersebut meminta kesempurnaan dari orang yang bertang-gung jawab, yang senantiasa melebihi dari usaha-usaha yang lain.

Maka dari itu pula, tidaklah akan menjadi sesuatu yang mustahil, dimana yang mempunyai pekerjaan tersebut, senantiasa menggunakan pengusaha-pengusaha yang lain.

Dan siasah (politik) pada perbaikan orang banyak dan yang menunjukkan ke jalan yang lurus, -yang senantiasa membawa sebuah kelepasan di dunia dan di akhirat, adalah atas empat tingkatan, yaitu:

1. Tingkat tertinggi, yaitu siasah dan hukum dari para Nabi as. terhadap golongan tertentu dan orang banyak, baik secara lahir atau-pun bathin.

2. Tingkat khalifah, raja-raja dan penguasa-penguasa. Dan hukum yang dijalankan mereka terhadap golongan tertentu dan umum seluruhnya. Tetapi mengenai yang dzahir saja, tidak yang bathin.

3. Tingkat ‘alim ulama, -yang mengenal Allah dan agamaNya, -yang menjadi pewaris para Nabi. Hukum mereka adalah terhadap bathin dari golongan tertentu saja. Dan golongan orang awam, tak dapat memahami untuk memperoleh faedah dari mereka.
Kekuatan para ulama itu tidak sampai kepada sebuah pengurusan akan amal perbuatan lahiriah pada golongan tadi, baik dengan menyuruh, melarang dan memerintahkan.

4. Tingkat juru nasihat. Hukum mereka adalah mengenai bathin orang awam saja.


Adapun yang termulia dari ke-empat tingkat usaha tadi, sesudah tingkat kenabian, ialah mem-faedah-kan ilmu dan mendidik jiwa manusia supaya tehindar dari pekerti tercela yang membinasakan dan menunjuk jalan kepada budi perkerti terpuji yang senantiasa mendatangkan sebuah kebahagiaan.
Itulah yang dimaksudkan dengan pengajaran.

Kami sesungguhnya mengatakan, bahwa mengajar ini adalah yang lebih utama, dibandingkan dengan perkerjaan dan usaha yang lain.

Karena keutamaan usaha itu, dapat dikenal dengan tiga perkara:

a. Adakalanya dengan menoleh kepada naluri, yang menyampaikan kepada mengenalinya, seperti keutamaan Ilmu Pasti dan Ilmu bahasa, karena Ilmu Pasti itu diketahui dengan ‘aql, sedang Ilmu Bahasa dengan mendengar. ‘Aql adalah lebih mulia dari pendengaran.

b. Adakalanya dengan melihat kepada kepentngannya yang lebih lengkap, seumpama kelebihan pertanian dari pertukangan emas.

c. Adakalanya dengan memperhatikan tempat pekerjaan itu, seumpama kelebihan pertukangan emas dari pada penyamakan kulit. Sebab yang pertama tempatnya emas dan yang kedua tempatnya kulit bangkai.

Dan tidaklah tersembunyi bahwa ilmu agama ialah memahami jalan akhirat, -yang dapat diketahui dengan kesempurnaan ‘aql dan kebersihan kecerdikan.

‘Aql adalah yang termulia dari sifat-sifat insan sebagaimana akan diterangkan nanti.
Karena dengan ‘Aql, manusia menerima amanah Allah. Dan dengan ‘aql akan sampai kesisi Allah swt.

Adapun tentang umum kegunaannya, maka tak diragukan lagi, karena kegunaan dan keberhasilannya ialah sebuah kebahagiaan akhirat.

Adapun mengenai kemuliaan tempat, maka bagaimana hal tersebut akan tersembunyi?…

Guru itu mempunyai kepengurusan dalam qalb dan jiwa manusia.
Yang termulia diatas bumi ialah jenis manusia. Yang termulia dari bagian tubuh manusia ialah qalb-nya. Guru itu berkerja menyempurnakan, membersihkan, mensucikan dan membawakan qalb itu mendekati Allah ‘Azza wa jalla. Mengajarkan ilmu itu dari satu segi adalah ibadah kepada Alah Ta’ala dan dari segi yang lain adalah menjadi khalifah Allah Ta’ala. Dan itu adalah yang termulia menjadi khalifah Allah.

Bahwa Allah telah telah membuka pada qalb orang yang berilmu, akan pengetahuan yang menjadi sifat-sifatNya yang teristimewa, maka dia adalah seperti penjaga gudang terhadap barang gudangannya yang termulia. Kemudian diizinkannya untuk membelanjakan daripadanya itu untuk siapa saja yang membutuhkannya.

Maka derajat manakah yang lebih utama daripada keadaan seorang hamba yang menjadi perantara, antara Tuhan dan makhlukNya dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan menuntun mereka ke surga sebagai tempat kediaman?…

Kiranya Allah Ta’ala dengan kemurahanNya menjadikan kita diantara para ahli surga!.. dan semoga Allah melimpahkan rahmat atas setiap hambaNya yang terpilih.


Postingan populer dari blog ini

Nasihat 04 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.

Nasihat 03 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.

Nasihat 01 - dari Hadis Qudsi Al-Mawaiz Imam Al-Ghazali ra.